Metode Belajar Zaman Dulu: Dari Mengaji di Surau hingga Sekolah Kelas Satu

Metode Belajar Zaman Dulu: Dari Mengaji di Surau hingga Sekolah Kelas Satu

Pendidikan zaman dahulu memiliki pendekatan yang sangat berbeda dibandingkan dengan sistem modern saat ini. Jika saat ini kita situs baccarat online terbiasa dengan kelas ber-AC, buku cetak berwarna, dan teknologi digital yang mendukung pembelajaran, maka di masa lalu, metode belajar lebih sederhana, namun tetap memiliki nilai dan efektivitasnya sendiri.

Dari mengaji di surau hingga bersekolah di kelas satu, setiap tahapan pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk karakter, keterampilan, dan wawasan generasi terdahulu. Mari kita telusuri kembali bagaimana cara belajar zaman dulu dan pelajaran apa yang masih bisa kita ambil untuk pendidikan saat ini.

Mengaji di Surau: Pendidikan Karakter dan Spiritual Sejak Dini

Sebelum mengenal sekolah formal, banyak anak-anak zaman dulu memulai pendidikannya di surau atau langgar. Di tempat inilah mereka belajar mengaji, menghafal ayat-ayat suci, dan memahami nilai-nilai moral serta etika sosial yang diajarkan agama.

Mengaji bukan hanya sekadar membaca huruf-huruf Arab, tetapi juga tentang membangun disiplin, rasa hormat kepada guru (ustaz atau kyai), serta kebiasaan belajar yang tekun. Anak-anak biasanya datang ke surau setelah selesai membantu orang tua di rumah atau di ladang, menjadikan proses belajar ini bagian dari kehidupan sehari-hari.

Metode yang digunakan pun sangat khas, mulai dari pembelajaran lisan, pengulangan (drilling), hingga sistem talaqqi—di mana murid membaca dan guru membetulkan secara langsung. Metode ini terbukti efektif dalam mengasah daya ingat dan pemahaman mendalam terhadap materi yang diajarkan.

Belajar di Rumah: Peran Orang Tua dan Lingkungan

Sebelum sistem sekolah formal berkembang, orang tua dan masyarakat sekitar memiliki peran besar dalam mendidik anak-anak. Pendidikan tidak hanya berlangsung di ruang kelas, tetapi juga di rumah, sawah, pasar, dan berbagai tempat lain yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Seorang anak diajarkan keterampilan hidup, seperti bercocok tanam, berdagang, hingga kesenian tradisional yang diwariskan turun-temurun. Orang tua menjadi guru pertama yang mengajarkan nilai-nilai kebaikan, tanggung jawab, serta kearifan lokal.

Metode belajar di rumah biasanya bersifat praktik langsung atau learning by doing. Anak belajar dari pengalaman nyata, bukan sekadar teori dalam buku. Dengan cara ini, keterampilan yang mereka dapatkan menjadi lebih aplikatif dan berakar kuat dalam kehidupan mereka.

Sekolah Rakyat dan Sekolah Kelas Satu: Awal Pendidikan Formal

Ketika sistem pendidikan formal mulai diperkenalkan oleh pemerintah kolonial, anak-anak mulai mengenal sekolah rakyat atau sekolah kelas satu (SR). Sekolah ini adalah cikal bakal dari sistem pendidikan dasar yang kita kenal sekarang.

Di sekolah rakyat, metode belajar masih sederhana. Murid-murid duduk di bangku kayu panjang, menulis di papan tulis kecil, dan diajar oleh guru yang tegas tetapi penuh dedikasi. Kurikulum yang diajarkan mencakup membaca, menulis, dan berhitung, yang sering disebut sebagai “calistung”.

Metode yang digunakan di sekolah ini sering kali berbasis hafalan dan latihan menulis berulang kali. Murid-murid menghafal tabel perkalian, mengeja kata demi kata, dan menulis ulang paragraf hingga tulisannya rapi. Meskipun terkesan monoton, metode ini efektif dalam menanamkan dasar-dasar literasi dan numerasi yang kuat.

Selain itu, disiplin dalam belajar sangat ditekankan. Tidak ada kemewahan seperti buku elektronik atau internet. Sumber belajar utama adalah buku tulis, papan tulis, dan pelajaran yang langsung disampaikan oleh guru.

Nilai-Nilai Pendidikan Zaman Dulu yang Masih Relevan

Meskipun metode belajar zaman dulu sangat berbeda dengan era digital saat ini, ada beberapa nilai yang masih bisa diterapkan dalam dunia pendidikan modern:

  1. Disiplin dan Ketekunan – Pendidikan zaman dulu menanamkan pentingnya kerja keras dan ketekunan dalam belajar, sesuatu yang masih sangat relevan hingga kini.
  2. Belajar dari Lingkungan – Tidak semua ilmu harus didapatkan dari buku atau sekolah. Interaksi dengan lingkungan sekitar tetap menjadi sumber pembelajaran yang berharga.
  3. Peran Guru yang Sentral – Meski teknologi semakin canggih, peran guru sebagai pendidik dan pembimbing moral tetap tidak bisa digantikan.
  4. Pembelajaran Praktis – Metode belajar dengan praktik langsung membuat ilmu lebih mudah dipahami dan diterapkan dalam kehidupan nyata.
  5. Pendidikan Karakter – Mengaji di surau atau belajar di rumah menanamkan nilai-nilai moral dan etika yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat.

Jika dibandingkan dengan pendidikan modern, tentu ada kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun, mengambil yang terbaik dari metode pendidikan zaman dulu dan mengadaptasikannya ke dunia pendidikan saat ini bisa menjadi langkah untuk menciptakan sistem belajar yang lebih seimbang dan bermakna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *